SDN di Denpasar Rawan Longsor karena di Ujung Tebing, Guru Waswas

SDN di Denpasar Rawan Longsor karena di Ujung Tebing, Guru Waswas

Kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Ubung di Denpasar, Bali, membutuhkan perhatian dari pihak terkait. Lokasi sekolah yang berada di tebing tepi sungai rawan longsor dan butuh perbaikan.

Pihak sekolah meminta perhatian pemerintah agar segera dilakukan perbaikan. Sebab, area toilet yang berada persis di pinggir tebing sudah hampir ambrol.

"Kami harap cepat disender. Supaya tidak dilalui anak-anak sekarang cuma dikasih bangku untuk pembatas. Harapannya pemerintah yang kompeten secepatnya menanggulangi biar kita aman," kata Kepala Sekolah SDN 6 Ubung Kaja Ni Luh Putu Sri Gunawati, Denpasar, Bali, Jumat (18/1/2019).


Warga sekolah sempat panik saat gempa 7 SR mengguncang Lombok yang getarannya dirasakan sampai di BaliWarga sekolah sempat panik saat gempa 7 SR mengguncang Lombok yang getarannya dirasakan sampai di Bali (Foto: Aditya Mardyastuti/detikcom)

Sri menerangkan dia sudah melaporkan kondisi sekolahnya ke dinas terkait. Dia berharap dinas segera melakukan perbaikan untuk mencegah terjadinya korban.

"Tiyang (saya, red) sudah lapor sesuai dengan jalur lewat dinas, PU sama aset Kota Denpasar. Katanya untuk anggaran ini dikasih 2019, tiyang kan menunggu dananya mungkin belum cair. Kalau belum lagi tiyang mengajukan usulan baru terus kejar biar secepatnya," terangnya.

Demi keselamatan anak-anak, areal toilet itu kini ditutup dengan bangku-bangku. Sri juga membatasi penggunaan tiga ruang kelas yang lokasinya berdekatan dengan toilet tersebut. Dia khawatir jika terjadi hujan lebat atau gempa toilet itu mendadak ambrol dan ruang kelas itu ikut tergerus.

"Asal gempa atau hujan deras ke sini orang tua murid ngecek anak-anaknya. Makanya tiga ruangan ini nggak dipakai takutnya kalau ketarik di situ itu. Kita sudah permaklumkan ke dinas, makanya pembelajaran dibagi pagi dan siang, biar tiyang pakai gedung ini aja," terang Sri sambil menunjuk gedung yang letaknya di sisi timur toilet.

Sri menuturkan ambrolnya toilet itu terjadi pada 2014 silam, namun tak juga ada perbaikan. Sementara, ketika gempa mengguncang Lombok pertengahan tahun lalu dia dan para guru serta orang tua makin waswas.

Areal sekolah yang rawan longsor ditutup dengan bangkuAreal sekolah yang rawan longsor ditutup dengan bangku (Foto: Aditya Mardyastuti/detikcom)

"Ambrol WC sejak 2014, gedung ini (baru dibangun) 2015. Dulu sempat mau dibangun di pinggir tebing karena sudah longsor makanya dibangun ke sini. Waktu gempa Lombok itu guncangan parah beberapa kali dan gede, sama kalau hujan deras selalu ada longsor dikit-dikit aja terus, kan khawatir," ucapnya.


Di lokasi yang sama, Kabid Pembinaan SD Disdikpora Kota Denpasar I Made Merta mengatakan pihaknya mendorong Dinas PU Provinsi Bali segera melakukan perbaikan. Sebab, pihaknya juga khawatir dengan keselamatan anak-anak.

"Gelisah juga karena sudah musim hujan. Kami dari Dinas Pendidikan mendorong di tingkat provinsi untuk bisa ditindaklanjuti, untuk menghindari terjadinya musibah atau terjadinya korban yang besar. Sekarang baru septic tank (yang ambrol), kalau tidak ditangani tiga kelas ini hancur. Kita mohon provinsi segera merealisasikan (renovasi) itu," harap Merta.
(ams/jbr)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4390213/sdn-di-denpasar-rawan-longsor-karena-di-ujung-tebing-guru-waswas
Share:

Murid Dihukum Push Up karena Nunggak SPP, Ombudsman DKI: Ada Maladministrasi

Murid Dihukum Push Up karena Nunggak SPP, Ombudsman DKI: Ada Maladministrasi

Ombudsman perwakilan Jakarta Raya menyayangkan hukuman push up bagi murid yang menunggak bayar SPP. Menurut Ombudsman, hal itu menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tidak patuh terhadap hukum.

"Kekerasan yang terjadi di SDIT Bina Mutjama Bogor menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tidak patuh hukum. Alih-alih melindungi siswa yang masih di bawah umur, tenaga pengajar malah melakukan kekerasan yang menyebabkan GNS dihukum push up 100 kali karena belum membayar iuran sekolah," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulis, Selasa (29/1/2019).

Teguh mengatakan, selain tak patuh hukum, Yayasan Bina Mujtama dinilai mempraktikkan kekerasan. Dia pun menilai apa yang dilakukan pihak sekolah tidak dapat ditoleransi.

"Tindakan yang dilakukan oleh pengajar di SDIT dengan memaksa siswa melakukan push up masuk dalam praktik kekerasan dan tindakan tersebut tidak dapat ditolerir," katanya.

Menurut Teguh, kasus tersebut dapat berpotensi terjadinya maladministrasi. Mengingat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah diatur mengenai hak anak di lingkungan sekolah.

"Pasal 9 ayat 1a secara tegas menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain," katanya.

"Kasus tersebut jelas terdapat aspek maladministrasi pelayanan publik dan aspek hukum pidananya, penyidik dapat langsung mengusut kasus ini tanpa adanya laporan dari korban," sambung Teguh.

Teguh mengungkapkan, pihaknya juga akan menelusuri apakah sekolah tersebut mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah. Sebab, jika pihak sekolah mendapatkan dana BOS, tidak sepatutnya menjadikan SPP sebagai pungutan wajib sebagiamana tegas diatur dalam Permendikbud 44/2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.

"Ini yang akan kita dalami, apakah sekolah tersebut mendapatkan dana BOS dari pemerintah? Jika iya, maka sangat fatal, terlebih tindakan sekolah yang memberikan hukuman kepada anak mengindikasikan pembebanan kewajiban biaya pendidikan kepada sang anak," kata Teguh.

"Pihak sekolah harus bertanggung jawab, Kepala Dinas Pendidikan juga harus ikut bertanggung jawab terkait dengan apa yang terjadi di SDIT Bina Mutjama Bogor, jangan ada lagi kekerasan dan tindak pelaku sesuai hukum," tutup Teguh.

Sebelumnya diberitakan, G mengaku mendapat hukuman dari pihak sekolah karena terlambat membayar SPP. Dia mengaku diberi hukuman 
push up oleh pihak sekolah. Hal ini kemudian membuat G trauma. Dia tidak mau kembali ke sekolah tersebut.

Pihak sekolah kemudian memberi penjelasan. Mereka menyatakan bahwa hukuman itu diberikan untuk menerapkan disiplin kepada murid-muridnya. Penghukuman itu juga merupakan bentuk peringatan kepada orang tua murid.

"Iya sebenarnya sih ingin menerapkan disiplin, dalam rangka memahami betul tanggung jawab sebagai orang tua, kita nggak mau sebenarnya libatkan anak," kata Kepala SDIT Bina Mujtama, Budi, kepada wartawan di kantornya, Bojonggede, Bogor, Selasa (29/1).
(mae/aik)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4406288/murid-dihukum-push-up-karena-nunggak-spp-ombudsman-dki-ada-maladministrasi
Share:

Konten Atta Halilintar Dinilai Tak Layak Masuk Soal Ujian SD di Serang

Konten Atta Halilintar Dinilai Tak Layak Masuk Soal Ujian SD di Serang

Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Firman Hadiansyah, menilai konten soal ujian bahasa Indonesia tentang YouTuber Atta Halilintar belum pantas diakses siswa kelas V SD. Siswa sebaiknya diberi soal penguatan berupa pendidikan karakter.

"Dari sisi psikologi, konten Atta Halilintar tidak layak untuk diakses siswa SD. Sebaiknya diberi wacana pendidikan karakter," ujar Firman kepada detikcom di Serang, Banten, Selasa (28/5/2019).

Dari sisi konten, memang menurutnya itu tidak jadi masalah. Ini dinilai pertanyaan wacana untuk menguatkan pemahaman siswa. Tapi wacana tersebut juga belum layak diberikan untuk siswa SD.

Paling tidak, lanjutnya, untuk membuat kriteria bahan ajar harus memenuhi tiga unsur, yaitu psikologi siswa, bahasa, dan latar belakang budaya.

Konten Atta Halilintar Dinilai Tak Layak Masuk Soal Ujian SD di SerangSoal ujian anak SD tentang Atta Halilintar (Bahtiar/detikcom)

Dari sisi bahasa, soal yang diberikan juga ditemukan unsur bahasa asing yang masih belum dipahami siswa SD. Sebaiknya, pembuat soal memakai bahasa yang sederhana.


"Dari sisi latar belakang budaya, konten Atta Halilintar lepas dari budaya keseharian di Kota Serang," paparnya.

Menurutnya, pembuat soal bisa saja mengeksplorasi wacana yang lebih bersifat kebudayaan lokal. Apalagi Kota Serang dekat dengan wacana misalkan tentang Kesultanan Banten atau kehidupan dan budaya masyarakat Baduy.

(bri/jbr)


Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4569033/konten-atta-halilintar-dinilai-tak-layak-masuk-soal-ujian-sd-di-serang
Share:

Duh... Siswa SD di Bekasi Ini Belajar Secara Lesehan Sejak 2017

Duh... Siswa SD di Bekasi Ini Belajar Secara Lesehan Sejak 2017

Siswa SDN Pejayon 3 Kota Bekasi harus mengikuti kegiatan belajar mengajar secara lesehan. Pasalnya sekolah tersebut tidak punya bangku dan meja.

"Sejak 2017 akhir (tidak punya bangku dan meja)," ujar seorang guru SDN Pekayon Jaya 3 Kota Bekasi, Abdul Syukur, kepada detikcom, Jumat (13/9/2019).

Abdul bercerita gedung SDN Pekayon Jaya 3 dirubuhkan dan dibangun kembali tahun 2017. Semula hanya memiliki 3 ruang kelas, menjadi 11 kelas.

Sejak saat itu, 6 kelas tak memiliki bangku dan meja. Di antaranya yakni kelas 1b, kelas 2a, kelas 2b, kelas 5b, kelas 6a, kelas 6b.

"210 (siswa terdampak) ya," ujar Abdul.

Pihak sekolah mengimbau setiap murid untuk membawa meja menggambar masing-masing. Namun, sejumlah siswa diketahui tak memiliki meja gambar dan terpaksa menulis di lantai.

Dear Walkot Pepen, Siswa SD di Bekasi Ini Lesehan Belajar Sejak 2017Foto: Isal Mawardi/detikcom

"Ada yang punya, ada yang nggak, terkadang (meja gambar) ada yang patah, ada yang belinya lama gitu," ujar Abdul.

Abdul menjelaskan sejumlah siswa dan orang tua siswa mengaku keberatan jika proses belajar mengajar dilakukan secara lesehan. Pihak sekolah meminta pengertian dari pihak orang tua siswa.

Abdul menyebut kegiatan belajar lesehan ini tidak efektif dan bisa berdampak buruk pada kesehatan para siswa. "Kesehatan ya nggak boleh ya, dari pelajaran IPA kan kita belajar kan takutnya anak itu lari ke tulang, lordosis lah. Konsentrasinya juga agak berkurang karena belajarnya membungkuk, terus juga agak dingin, kan tanpa alas ya. Mereka kebingungan," ujar Abdul.

Pihak sekolah mengaku telah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kota Bekasi agar Disdik memfasilitasi sekolah dengan perlengkapan meja dan bangku.

"Kebetulan memang kita sudah mengajukan bangku itu dari sejak itu, kemudian belum pernah direspons, sampai sekarang belum ada respons," ujar Abdul.

Dear Walkot Pepen, Siswa SD di Bekasi Ini Lesehan Belajar Sejak 2017Foto: Isal Mawardi/detikcom

Pantauan detikcom di SDN Pekayon Jaya 3, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jumat (13/9) pukul 13.00 WIB, tidak tampak kegiatan belajar mengajar. Sekolah tampak sepi.

Di dalam sejumlah kelas, tidak terdapat meja dan bangku belajar siswa. Terlihat tumpukan meja gambar di bagian belakang kelas. Terdapat tikar berukuran 3 x 2 di pojok kelas.
(mei/jbr)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4705980/duh-siswa-sd-di-bekasi-ini-belajar-secara-lesehan-sejak-2017
Share:

Dorong Pendidikan Sejak Dini, Anies Resmikan 32 Paud Negeri

Dorong Pendidikan Sejak Dini, Anies Resmikan 32 Paud Negeri

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meresmikan 32 fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) negeri. Program ini bertujuan untuk mendorong adanya pendidikan anak usia dini.
Fasilitas yang diresmikan terdiri dari Tempat Penitipan Anak (TPA) dan Satuan Paud Sejenis (SPS). Fasilitas ini didirikan di beberapa lokasi kantor pemerintahan DKI Jakarta.
"Kami meresmikan 32 Paud negeri di kantor-kantor baik Wali Kota, Camat, Lurah, dan Pasar Jaya," ujar Anies di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Rabu (2/10/2019).
Anies mengklaim pihaknya akan menambah jumlah fasilitas Paud tersebut untuk kedepannya. Ia menginginkan semua anak di Jakarta bisa mendapatkan pendidikan anak usia dini.
"Kita sendiri Indonesia komitmen di tahun 2030 semua anak mendapatkan pendidikan usia dini, dan Jakarta akan mempercepat ini," jelasnya.
Untuk mewujudkan hal itu, Anies mengaku sedang merencanakannya. Ke depannya ia akan menggandeng banyak pihak dan Paud akan dikelola masyarakat maupun pemerintah.


"Sekarang lagi disiapkan road mapnya, sehingga kita bisa mencapai sesuai dengan target. Pendidikan anak usia dini ini sangat penting," katanya.
Share:

Libatkan 1.091 Guru, Program Pelatihan Pendidikan Karakter Ini Pecahkan Rekor

Libatkan 1.091 Guru, Program Pelatihan Pendidikan Karakter Ini Pecahkan Rekor

Program pelatihan pendidikan karakter yang melibatkan 1.091 guru berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Pelatihan ini diharapkan menghasilkan tenaga pendidik yang mampu membentuk karakter para murid.

Pelatihan yang digelar PT Charoen Pokphand Indonesia bersama Universitas Diponegoro ini dilakukan bertahap sejak September 2017 silam.

Hingga hari ini, tercatat 1.091 guru SD dan SMP dari berbagai daerah di tanah air mengikuti pelatihan pendidikan karakter ini. Di antaranya para guru di Jakarta Timur, Jakarta Utara, Tangerang, Lebak, Pontianak, Cirebon, Ciamis, Kuningan, Brebes, Pangkajene, Kampar, Kupang, dan Tanah Laut, Kalsel.

Di Jombang sendiri, ada 110 guru yang ambil bagian dalam program Bakti Pada Guru ini.

"Selama ini CSR kami menyasar kalangan pelajar mulai TK sampai mahasiswa. Kemudian ada masukan untuk memberi pelatihan ke guru juga. Kami kerjasama dengan Undip. Kami ingin ada penguatan karakter guru SD dan SMP," kata Presiden Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia juga Ketua Umum Yayasan Charoen Pokphand Thomas Effendy kepada wartawan di lokasi, Rabu (11/7/2018).

Tak disangka, program pelatihan pendidikan karakter terhadap 1.091 guru ini juga berhasil memecahkan rekor MURI.

Dalam kesempatan yang sama, piagam rekor 'Pelatihan Pendidikan Karakter Secara Bersambung Kepada Guru Terbanyak' pun diserahkan langsung Senior Manajer MURI Yusuf Ngadri kepada Thomas.

"Selesai pelatihan ada masa evaluasi tiga bulan yang dilakukan Undip. Sebelum dan sesudah pelatihan bagaimana, termasuk adakah perubahan sikap anak didik. Sejauh ini 900 guru hasil evaluasinya positif," ungkap Thomas.

Ketua Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim Bambang Agus Susetyo menyambut baik adanya perusahaan swasta yang peduli terhadap kompetensi guru di Indonesia. Program pelatihan pendidikan karakter guru ini juga dianggap telah menunjang program Kementerian Pendidikan, yakni peningkatan kompetensi guru.

"Imbasnya pelatihan ini akan ke murid-murid. Kualitas guru di Indonesia karena banyak diisi guru baru belum terstandarkan, maka kualitas guru agak di bawah. Pemerintah akan berusaha mengangkat 100 ribu guru tiap tahun, dididik menjadi profesional," tandasnya.
(lll/lll)

Share:

Cegah Korupsi, Walkot Malang Buat Ekskul Antikorupsi ke Anak SD

Cegah Korupsi, Walkot Malang Buat Ekskul Antikorupsi ke Anak SD

Wali Kota Malang Sutiaji akan membuat ekstrakurikuler (ekskul) antikorupsi di jenjang sekolah dasar (SD). Program ini dibuat untuk membentuk sikap antikorupsi sejak dini.

"Insyaallah akan menjadi pilot project ya, berkaitan dengan pendidikan karakter. Karena, hemat saya, ada dua pendidikan karakter, tapi untuk sekolah SD ekskulnya pendidikan antikorupsi. Nanti dibuatkan kurikulum kombinasi antara yang sudah dilakukan dari teman-teman penindakan. Pencegahan korupsi akan kami lakukan, sandingkan dengan yang lokal," ujar Sutiaji seusai konferensi pers Anugerah Kita Harus Belajar (Kihajar) di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (12/10/2018).
Selain pembuatan ekskul, narasi antikorupsi diberikan kepada murid-murid sejak jenjang pendidikan anak usia dini hingga menengah. Pendidikan karakter ini sudah setahun dijalankan. Anak kelas I dan II SD di Malang sudah mulai diberi pendidikan karakter antikorupsi.

"Kalau pendidikan karakter tadi saya lakukan kelas I dan kelas II, kami uji cobakan tidak ada baca-tulis, hanya khusus bagaimana ngantre, bagaimana tata cara menghormati orang tua. Terus ada sebaran uang, memang sengaja kita buang tapi anak ini tidak mengambil. Kita ajak ke mal-mal bagaimana caranya membiarkan anak begitu saja, tapi kita awasi," jelasnya.

Selain itu, anak SD hingga SMP diminta membuat biografi untuk mengetahui kemauan dan arah cita-cita anak tersebut.

"Jadi mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, berkaitan dengan pendidikan karakter anak, kita rekam ya anak ini cita-cita apa sih, ada anak yang cita-citanya dari SMP, TK ke SD sudah berubah, dari SD ke SMP berubah, tapi ada mulai SD mulai TK sampai nggak berubah, oh berarti anak ini yang dikembangkan dari sisi bakatnya ini, jadi ketahuan dan nanti kita sampaikan mungkin nanti konseling itu memudahkan," imbuhnya.

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4253465/cegah-korupsi-walkot-malang-buat-ekskul-antikorupsi-ke-anak-sd?_ga=2.16965946.206179784.1569963908-233749864.1568101830
Share:

Bupati Serang: Pendidikan Karakter Paling Penting

Bupati Serang: Pendidikan Karakter Paling Penting

Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah berpesan agar para guru sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk meningkatkan pendidikan karakter pada siswa. Pendidikan karakter dinilai paling penting dalam menghadapi era teknologi dan globalisasi yang tidak bisa terbendung.

Hal tersebut dikatakan Tatu saat membuka Festival Lomba Seni Siswa Nasional, Festival Lomba Literasi Nasional, Olimpiade Sains Nasional, Olimpiade Olahraga Siswa Nasional, dan Pemilihan Siswa Berprestasi SD-SMP tingkat Kabupaten Serang Tahun 2019 di SDN Julang, Kecamatan Cikande, Senin (25/3/2019).

"Tanpa pendidikan karakter, kita tidak akan menghasilkan siswa yang berprestasi dan berakhlak," tegas Tatu.

Pada berbagai lomba yang digelar, menurut Tatu, sudah komprehensif dalam membangun pendidikan karakter. Sebab memuat bidang ilmu pengetahuan, senin, agama, literasi, dan kearifan lokal.

"Apalagi ada lomba membaca Alquran. Dan terbaru sebagai kearifan lokal, ada lomba Bahasa Jawa Serang," tegas Tatu.

Tatu meminta para guru tidak memberikan beban tinggi kepada para siswa, atau dipaksa untuk memberikan prestasi saat lomba. Siswa harus diberi motivasi bahwa lomba yang digelar untuk mencetak karakter yang lebih baik.

"Agar siswa tidak merasa tertekan, jadikan lomba ini lebih menyenangkan bagi siswa," ujarnya.

Sekadar diketahui, Pemkab Serang memberikan beasiswa untuk SD dan SMP. Yakni SD sebanyak 1.650 siswa dengan rincian siswa tidak mampu 1250 siswa, prestasi 313 siswa, hafidz quran 87 siswa. Total anggaran Rp 1,650 miliar.

Kemudian beasiswa kepada 2500 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan kategori tidak mampu 2061 siswa, prestasi 314 siswa, dan hafidz quran 125 siswa. Total anggaran Rp 1,750 miliar.

"Beasiswa untuk menjamin semua siswa tidak putus sekolah dan termotivasi untuk berprestasi," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang Asep Nugrahajaya menambahkan, untuk pertama kali terdapat lomba Bahasa Jawa Serang. Kemudian untuk menanamkan karakter siswa, ada lomba membaca Alquran.

Ia menambahkan, Kabupaten Serang punya kearifan lokal atau seni budaya yang tidak dimiliki oleh daerah lain, yakni jurus Silat Kaserangan yang digagas langsung Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.

"Jurus ini akan kami lombakan pada September. Memang rutin dilombakan," ujarnya.
(idr/mul)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4482795/bupati-serang-pendidikan-karakter-paling-penting?_ga=2.16965946.206179784.1569963908-233749864.1568101830
Share:

Viral Murid Tantang Guru, PPP Soroti Pendidikan Karakter di Sekolah

Viral Murid Tantang Guru, PPP Soroti Pendidikan Karakter di Sekolah

Wakil Ketua Komisi IX dari Fraksi PPP Reni Marlinawati prihatin atas adanya siswa yang mem-bully guru di SMP PGRI Wringinanom, Gresik, Jawa Timur. Menurutnya, hal ini telah menjadi catatan buruk dalam dunia pendidikan Indonesia.

"Perisakan (bullying) siswa kepada guru terulang kembali. Saya prihatin dan sedih atas peristiwa tersebut. Harus ada tindakan konkret untuk menghentikan praktik tersebut," ujar Reni dalam keterangannya, Senin (11/2/2019).

Reni menambahkan hal mendasar dari kenakalan siswa yang terjadi adalah sedikitnya pendidikan karakter di sekolah. Banyak sekolah yang hanya memikirkan prestasi akademik dan tidak memberikan perhatian yang sangat besar pada karakter.

"Pihak sekolah memiliki tanggung jawab penuh dalam pembentukan karakter anak didik. Jika sekolah memiliki komitmen kuat dalam pembentukan karakter anak didik, peristiwa tersebut tidak bakal terjadi," kata Reni.

Reni juga meminta setiap pemda, khususnya dinas pendidikan bersama penyelenggara pendidikan, baik swasta maupun negeri, lebih serius memperhatikan pembentukan karakter anak didik. Ia meminta penguatan karakter dan akhlak anak didik diutamakan.

(idr/idr)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4423725/viral-murid-tantang-guru-ppp-soroti-pendidikan-karakter-di-sekolah?_ga=2.16965946.206179784.1569963908-233749864.1568101830
Share:

Bukan Sekadar Ujian Nasional

Bukan Sekadar Ujian Nasional

Masa belajar siswa Kelas XII telah berakhir. Mulai hari ini, Senin (1/4) hingga empat hari ke depan (tanggal 2, 4, dan 8) merupakan puncak perjuangan mereka. Pada tanggal tersebut digelar Ujian Nasional (UN) setelah sebelumnya menjalani Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Masa itu juga merupakan masa penentuan untuk bisa dinyatakan lulus atau tidak lulus.

Berdasarkan Prosedur Operasional Standard (POS)) tahun ajaran 2018-2019 yang dimuat dalam keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Nomor 0047/P/BSNP/XI/2018, lulus atau tidaknya siswa dari sebuah sekolah tahun pelajaran 2018-2019 ini hampir sepenuhnya ditentukan oleh guru di sekolah masing-masing. Hal ini karena penentu kelulusan bukan lagi oleh UN, yang 100% soalnya dibuat oleh pusat, namun ditentukan oleh USBN, yang 75-80% soalnya dibuat oleh guru.

Demikian juga kriteria kelulusan yang lain, sekolah diberikan kewenangan untuk menetapkannya sesuai kebutuhan dan kekhasan sekolah masing-masing. Salah satu kriteria kelulusan lain yang harus ada pada setiap sekolah adalah siswa harus berkelakuan baik. Hal ini sesuai dengan fungsi diselenggarakannya pendidikan, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3).

Pendidikan Karakter

Pada umumnya perlakuan sekolah terhadap ujian sering kali terlalu berlebihan. Akibat sekolah terlalu fokus kepada persiapan bagaimana agar siswa mampu menjawab soal-soal ujian, aspek pendidikan (akhlak dan karakter) menjadi terabaikan. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak, sehingga hal tersebut akan membentuk pribadi siswa yang baik.

Ujian merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, ujian seharusnya bukan hanya sekadar masalah nilai, apalagi hanya melengkapi administrasi. Ujian semestinya juga urusan kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, dan ketaatan siswa terhadap guru-gurunya. Maka suasana ujian sebaiknya berjalan normal sebagaimana hari-hari biasa. Siswa berangkat sekolah harus dijemput (padahal biasanya berangkat sendiri), padanya tidak lagi berlaku tata tertib sekolah, kewajiban dan pembiasaan adat sekolah berhenti, bahkan agar kartu ujian tidak tertinggal, kartu harus dikumpulkan ke panitia usai ujian dan dibagikan lagi besok paginya ketika menjelang ujian, adalah tindakan tidak mendidik.

Meski semua itu dimaksudkan membantu siswa dan agar ujian berjalan lancar, tanpa disadari sekolah telah melakukan reduksi (penghilangan) pendidikan akhlak dan karakter, minimal pada saat ujian diselenggarakan. Demikian ini, siswa juga bisa memahaminya sebagai perlakuan istimewa, sebuah perlakuan yang hanya dengan sikap santai semua menjadi beres, dan tentu ini sangat tidak baik, karena muncul sifat ketergantungan kepada orang lain.

Pendidikan karakter tidak boleh berhenti, karena pendidikan ini pada hakikatnya sebuah pembiasaan yang memerlukan ketegasan dan konsistensi. Maka dalam semua kegiatan sekolah, baik kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, penyelenggaraan ujian maupun pembelajaran biasa, pakaian/seragam dan bahkan sebuah tata tertib, semua harus memiliki muatan karakter.

Dalam grand design yang dikembangkan oleh Kemendiknas (2010), pendidikan karakter dikatakan sebagai pengembangan fungsi dari potensi setiap individu (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

Agar pendidikan karakter benar-benar berjalan di sekolah, diperlukan keberpihakan yang kuat dari sekolah yang tertuang dalam visi dan misi, dan tergambar jelas dalam kurikulum, anggaran sarana prasarana dan fasilitas pendukung lainnya. Implikasi dari keberpihakan ini, nilai rapor tidak menjadi lebih penting dibandingkan akhlak dan karakter. Meski seorang siswa memiliki kemampuan kognitif yang baik, namun jika berperilaku tidak sebagaimana yang dikehendaki, maka siswa tersebut perlu mendapatkan waktu tambahan belajar dan pembiasaan yang lebih lama.

Selain keberpihakan, konsistensi semua unsur sekolah, khususnya guru, juga menjadi kunci keberlangsungan pendidikan karakter. Bukan hanya konsisten dalam pengertian waktu, namun juga konsisten dalam melaksanakan regulasi. Guru dituntut terus berpacu dengan siswa yang senantiasa selalu mencari celah untuk melanggar aturan. Sedikit saja celah diberikan, siswa akan mencari celah-celah lain untuk berpaling dari proses.

Antisipasi ini bukan berarti situasi sekolah harus dibuat mencekam, sehingga suasana menjadi tidak nyaman. Namun perlakuan kepada siswa hendaknya proporsional. Ukurannya adalah tata tertib yang ditegakkan dengan tegas bukan keras. Keberpihakan dan konsistensi ini akan terwujud, jika kepemimpinan sekolah kuat, bukan hanya kuat menjadi teladan, namun juga mampu mengelola potensi yang ada untuk secara bersama-sama menciptakan orkestra dalam mewujudkan visi sekolah.
Nur Haqiqi, S.Ag, M.A alumnus SPs UIN Jakarta, guru di MAN 2 Rembang
(mmu/mmu)

Sumber: https://news.detik.com/kolom/d-4492489/bukan-sekadar-ujian-nasional?_ga=2.16965946.206179784.1569963908-233749864.1568101830
Share:

Demi UNBK, Antar Sekolah di Kendari Saling Pinjam Komputer

https: img-k.okeinfo.net content 2018 03 21 65 1875785 demi-unbk-antar-sekolah-di-kendari-saling-pinjam-komputer-yIjUXF0Qfu.jpg

Sebanyak 6.183 siswa Sekolah Menegah Pertama (SMP) sederjat dari 21 satuan pendidikan se Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) akan mengikuti Ujian Nasional Berbasis komputer (UNBK) 2018.
Ketua Panitia Pelaksanaan UN Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Dikmudora) Kota Kendari, Makmur Tote di Kendari, Rabu (21/3/2018), mengatakan semua sekolah SMP dan sederjat telah menyatakan kesiapannya untuk mengikuti UNBK sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
"Tahun ajaran 2018 ini semua SMP dalam Kota Kendari 100 persen siap menyelenggara UNBK, walaupun sebelumnya kita hanya ditargetkan 70-75 persen," ujaranya.
Ia mengatakan, pada dasarnya, semua Sekolah Menengah Pertama di Kota Kendari, siap melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), meskipun ada sebagian sekolah harus meminjam peralatan komputer untuk mendukung kegiatan UNBK tersebut.
Sebab, kata Makmur, tidak semua SMP penyelanggara memiliki komputer yang lengkap. Tetapi, untuk mengatasi itu, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra dalam pelaksanaan UNBK tahun ini.
"Kita sudah melakukan MoU dengan kepala Diknas Provinsi dan kemudian diikuti dengan MoU ke pada sejumlah sekolah," ujaranya.
Ia mencontohkan, SMPN 2 Kendari telah melakukan MoU dengan SMAN 9 Kendari. Jadi, SMAN 9 akan meminjamkan komputernya kepada SMPN 2 Kendari, begitupun sebaliknya, karena waktu pelaksanaan ujian antara SMP dan SMA berbeda.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan sejauh ini Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga tidak pernah melakukan pemaksaan agar sekolah menjadi peyelenggara UNBK. Tetapi semua itu berasal dari kemauan pihak sekolah.
"Kita tidak pernah memaksa sekolah. Jadi, pada saat kita melakukan sosialisi sebanyak dua kali, kita menyuruh semua sekolah membuat dan memasukkan kesiapaannya untuk mengikuti UNBK dan ternyata semua membuat pernyataan ingin ikut UNBK,"tutupnya.
(sus)
Share:

Mendikbud: Kartini Ibu Literasi Indonesia

https: img-k.okeinfo.net content 2018 04 22 65 1889917 mendikbud-kartini-ibu-literasi-indonesia-p1QJWFJpqw.jpg

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan Raden Ajeng Kartini merupakan tokoh literasi bangsa.
Hal tersebut ia katakan saat menghadiri kegiatan Forum Taman Bacaan (TBM) di Serang, Provinsi Banten, baru-baru ini.
“Kartini bukan sekadar tokoh perempuan yang memperjuangkan emansipasi, tapi Kartini adalah ibu literasi Indonesia,” ujar Muhadjir Effendy dalam siaran persnya.
Menurut Muhadjir, kumpulan surat Kartini yang diabadikan dalam buku merangkum semua pemikiran dan semangat Kartini yang melampaui zamannya. Pemikiran dan semangat itu terus hidup hingga di era kini, dan penting untuk diteruskan kepada generasi berikutnya.
Rendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia merupakan cerminan rendahnya budaya literasi di masyarakat. Ia mengajak semua pihak agar bergerak bersama meningkatkan budaya baca generasi muda.
“Literasi itu tidak cukup dengan membaca 15 menit saja,” katanya.
Bagi Muhadjir, literasi tidak hanya dapat digerakkan melalui sekolah, namun juga melalui keluarga, dan masyarakat. Kebiasaan membaca buku bersama dengan anak, atau mendongeng merupakan wujud konkret yang bisa dilakukan orang tua untuk menumbuhkan budaya literasi.
“Jangan sampai anak-anak bisa baca, tapi tidak tahu, tidak paham apa yang dibacanya,” tuturnya.
Menurutnya, peran pegiat forum taman bacaan masyarakat serta pustakawan dipandang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan literasi generasi muda. Ia berpesan agar para pegiat dan pustakawan tidak hanya memberikan pelayanan dalam mengantar buku bacaan ke anak-anak, namun juga dapat memberikan fasilitasi untuk diskusi yang mendorong pemahaman lebih mendalam.
(sus)
Share:

Pendidikan di Singapura Tinggalkan Sistem Peringkat di Kelas

https: img-o.okeinfo.net content 2018 10 17 65 1965241 pendidikan-di-singapura-tinggalkan-sistem-peringkat-di-kelas-Pg0VgixAVN.jpg

Pendidikan di Singapura tidak membandingkan lagi kinerja siswanya di sekolah. Sistem pendidikan ini pun mampu merubah sikap bahwa siswa harus belajar dan bukan berkompetisi.
Sebelumnya sistem pendidikan Singapura dikenal dengan sistem yang menekankan akademik siswanya untuk mendapatkan nilai yang sempurna.
Namun pada 2019, ulangan atau ujian untuk siswa yang berusia 6-8 tahun akan dihapus. Tetapi para guru akan tetap memberikan penilaian untuk memberikan pemahaman dan feedback selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Sistem pendidikan Singapura kini tidak lagi menunjukkan posisi siswa di kelas atau rangking pada buku laporan (rapor) untuk membiarkan siswa fokus pada pengembangan dirinya dan mencegah untuk tidak ada perbandingan dengan siswa lainnya.
Menteri Pendidikan Singapura Ong Ye Kung mengatakan, sistem pendidikan Singapura tahun ini akan berubah dengan mengurangi fokus akademik siswanya dan lebih fokus kepada pengembangan diri dari siswanya tersebut.
“Mengurangi fokus akademik dengan tidak terlalu berlebihan mengejar nilai. Lebih membantu siswa-siswa untuk mempersiapkan tantangan dunia kedepan pasti akan sangat kompleks dan tentunya akan menjadi pembelajaran seumur hidupnya pada tahun 2020,”ujarnya yang dikutip Okezone dari video resmi di Facebook World Economic Forum, Rabu (17/10/2018).
Ong Ye menambahkan, keterampilan kerja yang dibutuhkan saat ini akan terlihat sangat berbeda, misalnya seperti kemampuan soft skills.
“Keterampilan kerja yang penting saat ini yaitu mengasah softskills seperti kreativitas atau kepemimpinan. Karena hal tersebut kemungkinan akan meningkat jika penting atau banyak orang yang mencari. Sehingga karyawan akan membutuhkan tambahan 101 hari pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan pada tahun 2022,” ucapnya
Lebih lanjut Ong Ye membenarkan bahwa ujian akhir juga akan dihapus. Lanjut Ong, untuk beberapa siswa senior akan di bebaskan untuk lebih memiliki banyak waktu dan ruang di sekolah untuk menyesuaikan dengan mata pelajaran baru atau mendorong dan memotivasi belajar mandiri.
Bisakah negara kita memiliiki sistem belajar seperti di Singapura?
(Feb)
(rhs)
Share:

Menteri Muhadjir Effendy: Pendidikan di NTT Urutan 3 Terbawah

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan hasil pelaksanaan Ujian Nasional 2017 di Gedung Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, 12 Mei 2017. TEMPO/DWI FEBRINA FAJRIN
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan hasil pelaksanaan Ujian Nasional 2017 di Gedung Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, 12 Mei 2017. TEMPO/DWI FEBRINA FAJRIN
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di urutan ketiga terbawah secara nasional, setelah Papua dan Papua Barat. Karena itu, kata dia, dibutuhkan perhatian agar bisa setara dengan daerah lain.
"Ini bukan menjelek-jelekan, tapi fakta. Sesuai dengan perintah Presiden untuk mempercepat pendidikan di NTT agar setara dengan daerah lain," katanya kepada wartawan di Kupang, Minggu, 7 Januari 2017.
Menurut dia, pencapaian ujian nasional (UN) tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) masih berada di bawah rata-rata standar nasional. Karena itu, Muhadjir akan menambah jumlah sekolah yang mengikuti UN online, terutama SMP yang masih tertinggal. Caranya, memberikan bantuan alat berupa komputer agar sekolah- sekolah di NTT bisa menggelar UN online.
Untuk mempercepat pembangunan pendidikan di NTT, Muhadjir melanjutkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menggelontorkan dana Rp 959 miliar guna meningkatkan mutu pendidikan di NTT. "Bantuan dari Kemendikbud untuk NTT Rp 959 miliar untuk PAUD (pendidikan anak usia dini), SMP, SMA/SMK, kebudayaan, dan sertifikasi guru," ujarnya.
Dia mengatakan dana yang digelontorkan ke NTT ini lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Harapannya, mutu dan akses pendidikan di NTT meningkat.
Pada 2017, kata dia, pihaknya juga telah mengirimkan 1.200 guru dari 6.000 guru garis depan (SM3T) untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT. Guru- guru yang direkrut itu akan bertugas di desa-desa dengan jangka waktu lima tahun.
"Tahun ini, guru garis depan akan kami prioritaskan bagi anak daerah. Dari guru honorer yang akan diangkat menjadi PNS sehingga tidak ada pikiran untuk pindah," ucapnya.
Menanggapi Menteri Muhadjir Effendy, Kepala Dinas Pendidikan NTT Yohana Lisapaly mengatakan akan meningkatkan mutu pendidikan dengan menaikkan rata-rata ujian nasional.
Share:

Hari Pendidikan, KPAI: 84 Persen Siswa Alami Kekerasan di Sekolah

Ilustrasi kekerasan pada anak. youtube.com

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Persoalanya, KPAI mencatat ada 84 persen siswa di Indonesia yang pernah mengalami kekerasan di sekolah.
“Kekerasan di satuan pendidikan cukup tinggi, baik yang dilakukan guru pada siswa, siswa terhadap guru, maupun siswa terhadap siswa lainnya,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti melalui siaran persnya pada Rabu 2 Mei 2018.
Berdasarkan data KPAI, 40 persen siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya. Sedangkan 75 persen siswa mengaku pernah melakukan kekerasan di sekolah. Selain itu, 50 persen anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah.
Retno mengatakan, kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh siswa tetapi juga guru dan petugas sekolah. Ada sebanyak 45 persen siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.
“Mulai dari pemukulan sampai penghukuman tidak wajar, seperti menjilat WC sebagaimana dialami oleh siswa SD di Sumatera Utara dan penamparan guru SMK terhadap sejumlah siswa di Purwokerto,” kata Retno.
KPAI juga mencatat dalam tri semester pertama di 2018, pengaduan di KPAI didominasi kekerasan fisik dan anak korban kebijakan, yaitu sebesar 72 persen. Sedangkan 9 persen siswa mengadu karena kekerasan psikis, empat persen karena pemalakan, dan dua persen karena kekerasan seksual.
Menurut Retno, kasus kekerasan tidak hanya dialami oleh siswa, tetapi juga guru. Contohnya adalah kasus penganiayaan orangtua siswa terhadap salah seorang kepala SMP Negeri di Pontianak. Selain itu, ada kasus meninggalnya guru Budi di Sampang, Madura akibat pukulan muridnya sendiri.
Retno mengungkapkan sangat prihatin atas berbagai kasus kekerasan yang masih terjadi di sekolah. “Kasus kekerasan ini mencoreng dunia pendidikan,” kata dia.
Retno pun mengimbau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih gencar dalam mensosialisasikan kepada guru dan birokrat pendidikan terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. “Permendikbud ini sangat rinci dalam mendefiniskan jenis-jenis kekerasan dan sanksinya, upaya pencegahan dan penanganan kekerasannya jelas,” kata dia.
Share:

Arsip Blog

Recent Posts